Sejumlah tokoh masyarakat dan pegiat anti korupsi melakukan reaksi keras rencana Komisi III DPR RI merevisi UU nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Revisi itu dinilai sebagai rangkaian dari upaya melumpuhkan KPK, dengan cara mengamputasi berbagai kewenangan ekstra yang yang melekat. Seperti, menghapuskan hak melakukan penyadapan kecuali setelah mendapat izin pengadilan - meniadakan hak untuk melakukan penuntutan - serta, pembentukan Dewan Pengawas.
Di antara tokoh masyarakat yang bereaksi keras itu adalah mantan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi. Bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, Hasyim mendatangi gedung KPK untuk memberikan dukungan moral dan semangat kepada para pemimpin KPK. Sedangsejumlah penggiat anti korupsi sepakat untuk menghimpun dukungan dari masyarakat luas untuk melakukan penolakan terhadap rencana revisi UU KPK.
Penolakan keras juga datang dari kalangan internal KPK. Abraham Samad tanpa basa basi mengancam mundur sebagai Ketua KPK bisa sampai Komisi Hukum DPR 'memaksakan' kehendaknya. Penolakan yang sama dikemukakan Wakil Ketua KPK Busyo Muqoddas, serta penasehat KPK Abdullah Hehamahua yang juga bersikap seperti Abraham Samad.
Upaya merevisi UU KPK oleh Komisi III DPR diyakini merupakan bagian dari 'skenario besar' untuk melemahkan eksistensi KPK. 'Skenario' itu diawali dari pernyataan (mantan) Kabareskrim Polri Susno Duaji yang mencanangkan 'Cicak versus Buaya'. Berlanjut dengan perlawanan Polri ketika KPK melakukan penyidikan dan menetapkan sejumlah perwira tinggi dan perwira menengah Polri sebagai tersangka kasus dugaan korupsi simulator SIM. Rencana Komisi Hukum DPR RI melakukan revisi UU KPK dipercaya merupakan finalisasi dari pelemahan KPK, dengan cara mempreteli kewenangan 'istimewa' yang dimilikinya.
Bisa dibayangkan, bila nantinya KPK benar-benar kehilangan hak-hak 'istimewanya' dipastikan tidak akan bertaji lagi. Dengan dihapusnya hak untuk melakukan penyadapan, KPK tidak akan tidak mempunyai alat yang efektif untuk mendeteksi para pelaku korupsi. Sementara diamputasinya hak untuk melakukan penuntutan, dikhawatirkan kinerja KPK dalam memburu dan menetapkan seseorang sebagai tersangka , dapat kandas atau menjadi lemah di tangan lembaga penuntutan yang ada. Sedang pembentukan Dewan Pengawas, dipastikan akan sangat membatasi gerak KPK mulai saat melakukan penyelidikan, penyidikan dan penetapan seseorang menjadi tersangka.
Hampir dapat dipastikan rencana Komisi III DPR RI merevisi UU Nomor 30 Tahun 2002 sebagai langkah sistematis beraroma'balas dendam'. Sistematis karena rencana tersebut telah diwacanakan sejak lama dan berkelanjutan - yang berujung dengan disusunnya draf revisi. Beraroma 'balas dendam' karena sejak beberapa tahun terakhir KPK telah menjadikan sejumlah mantan maupun anggota DPR yang masih aktif sebagai objek sasarannya.
Angin segar memang sempat bertiup dari pihak pemerintah, sebagaimana dikemukakan Menkumham Amir Syamsuddin dan Wakil Menkumham Denny Indrayana. Keduanya menyatakan tidak sependapat upaya Komisi III DPR RI merevisi UU KPK. Namun pendapat keduanya belum merupakan jaminan bahwa nantinya pemerintah akan mampu menolak revisi. Salah satu diantara sebabnya ialah, DPR mempunyai kewenangan penuh untuk menyetujui dilakukannya revisi atas suatu UU. Apa lagi draf revisi itu telah ada, yang kemungkinan besar akan disepakati sebagian besar fraksi di DPR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar